Argumentasi Tak Bertepi
ar·gu·men·ta·si
/arguméntasi/ n alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian, atau gagasan;
Seringkali kita beradu argument tentang suatu hal, misalnya saja bunga itu lebih indah karena berwarna merah, padahal orang lain mungkin akan berpikiran berbeda, bisa saja menurutnya, warna hijau lebih menarik daripada merah, lalu mereka akan saling beradu argumentasi masing-masing untuk mendewakan pilihannya, dan bahkan seakan-akan memaksa orang lain itu untuk tunduk dengan apa yang kita inginkan. Dengan seperti itu, kita akan belajar yang namanya Sudut Pandang.
" Kita melihat apa yang hanya ingin kita lihat, kita mendengar apa yang hanya ingin kita dengar, kita merasakan apa yang hanya ingin kita rasakan. Tapi kita tidak pernah mencoba melihat apa yang orang lain lihat, mendengar apa yang orang lain katakan, dan merasakan apa yang orang lain rasakan. "
Dalam sebuah organisasi, komunitas, atau pemerintahan, argumentasi lebih sering keluar ketika dalam rapat diskusi, misalnya saja sebuah organisasi yang akan membuat suatu acara, pengurus maupun anggota berhak mengeluarkan sebuah ide pemikirannya untuk acara yang akan di buat. Disitulah tolak ukur keberhasilan sebuah organisasi, bagaimana mereka memiliki banyak pemikiran yang bisa di padukan. Tidak hanya mementingkan kepentingan pribadi dan merasa bahwa ide saya adalah yang paling bagus, yang paling baik. Setiap orang berhak mengeluarkan argumentasinya untuk memperkuat gagasannya, tetapi bukan hanya untuk menguatkan gagasannya, melainkan juga untuk melihat kekurangan ide dari orang lain dan memperbaikinya bersama, bukan atas keinginan pribadi yang harus dituruti.
Disinilah letak peran seorang pemimpin organisasi. Dimana seorang pemimpin harus bisa tegas dalam memutuskan, bukan berdasarkan egonya, melainkan dari semua masukan yang diterima.
" Pemimpin adalah mereka yang mampu meredakan egonya sendiri. "
Saya mengambil contoh dari sebuah desa yang memiliki banyak potensi, namun pemerintahannya terpecah, bukan hanya pemerintahannya saja, tapi warganya pun terpecah dalam hal masa depan desa-nya. Ada yang menyarankan desa itu dibuat seperti ini, ada pula yang menginginkan desa itu dijadikan seperti itu, sedangkan pertemuan tak mendapatkan titik temu. Bahkan lebih mementingkan secara sepihak, beradu argumentasi tentang ide siapa yang paling baik dan harus diwujudkan. Bahkan, pemimpinnya pun memiliki gagasan sendiri, tidak salah memang, salahnya adalah pemimpin itu tidak memandang gagasan dari pihak yang lainnya, tidak bisa memilah dan memadukannya, dan lebih parahnya lagi, setiap pemikiran orang lain dibantah mentah-mentah seolah-olah gagasannya adalah yang paling hebat daripada semuanya dan harus diwujudkan dengan segera. Itukah argumentasi tak bertepi.